Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia adalah salah satu masalah lingkungan tahunan yang terus kita hadapi. Tentu kita masih ingat akan kebakaran besar di tahun 2015 yang menjadi salah satu kasus kebakaran terburuk dimana ada 2,6 juta hektar lahan terbakar di 32 provinsi.

Faktanya, karhutla besar 2015 itu 33 persennya merupakan lahan gambut kaya karbon yang membuat membuat jutaan orang terpapar kabut beracun yang setara 3x lipat emisi gas rumah kaca tahunan Indonesia.

Kebakaran hutan yang dampaknya turut dirasakan negara tetangga itu bukanlah serta merta kebakaran hutan alami karena el nino. Namun lebih disebabkan oleh aktivitas manusia yang membuka lahan di kawasan rawa gambut.

Lahan Gambut Rentan Terbakar

Indonesia memiliki banyak lahan gambut. Lanskap kawasan ini digenangi air, kaya karbon dan terbentuk dari material organik yang menumpuk selama ribuan tahun. Kawasan gambut ini basah dan menyimpan air dalam jumlah besar. Namun pengeringan lahan gambut membuat air yang tersimpan mengalir pada kanal buatan dan material organik berubah menjadi kering.

bagaimana lahan gambut bisa terbakar

Lahan gambut menjadi salah satu incaran untuk melakukan alih fungsi lahan yang menyebabkan terjadi kebakaran. Pengeringan dan pembakaran lahan gambut diperparah anggapan bahwa lahan ini tidak mempunyai fungsi terutama dalam hal ekonomi. Akibatnya banyak aktivitas alih fungsi lahan skala besar oleh pemerintah dan industri sehingga ekosistem dan kehidupan masyarakat terganggu.

Lebih parahnya lagi, pengeringan lahan gambut akan menyebabkan adanya emisi karena material organik yang ada terurai dan terdekomposisi. Fungsinya sebagai tanah yang menyerap air menjadi hilang dan sama seperti kayu kering yang mudah terbakar dan dapat menjalar ke dalam tanah sehingga susah dipadamkan.

hutan yang rentan karhutla

Peran Penting Lahan Gambut

Salah kaprah mengenai lahan gambut memang menyedihkan, sehingga banyak pihak yang melakukan alih fungsi lahan tanpa pertimbangan. Padahal sebaliknya, gambut mempunyai peran penting bagi lingkungan bahkan kestabilan iklim secara global.

Gambut mempunyai daya serap tinggi sehingga berfungsi layaknya tandon air. Kawasan gambut dapat menampung air 450-850 % dari bobot keringnya. selain itu gambut terdekomposisi mampu menahan air 2-6x lipat dari berat keringnya. Kemampuan menahan air ini dapat mengurangi dampak banjir dan kemarau.

Selain itu lahan gambut juga menyimpan keanekaragaman flora dan fauna yang menjadi sumber pangan dan pendapatan masyarakat lokal. Keanekaragaman hayati dapat terlindungi di lahan gambut. Karena beberapa jenis flora sangat berguna bagi masyarakat. Dan fauna yang ada di lahan gambut berperan untuk keberlangsungan hidup ekosistem gambut lainnya.

Lahan gambut juga ada hubungannya dengan perubahan iklim. Karena menyimpan cadangan karbon yang besar, lahan gambut dapat menjaga perubahan iklim. Namun jika terganggu, dan dialih fungsikan, simpanan karbon tersebut bisa lepas ke udara dan menjadi emisi gas rumah kaca yang memperburuk perubahan iklim.

BUTUH WAKTU RIBUAN TAHUN UNTUK MEMBENTUK GAMBUT, NAMUN HANYA SESAAT UNTUK MERUSAKNYA #PEATLANDISNOTWASTELAND

Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan

dampak kebakaran hutan dan lahan

Dampak kebakaran hutan dan lahan bisa dikatakan sangat menakutkan. Tak hanya merusak ekosistem dan memperburuk perubahan iklim. Dampaknya juga akan kita rasakan karena mengganggu kesehatan dan perekonomian negara.

Jadi sudah saatnya semua stockholders dan masyarakat lebih aware untuk mengendalikan kebakaran hutan dan lahan sebelum karhutla terjadi. Jangan sampai kasus kebakaran hebat tahun 2015 itu terulang kembali.

Upaya pengendalian karhutla ini terbagi menjadi 3 yaitu pencegahan, pemadaman dan penanganan pasca kebakaran.

Pencegahan dapat dilakukan dengan mensosialisasikan bahaya kebakaran, merevisi aturan perundangan terkait perizinan di lahan gambut serta mengamati titik rawan kebakaran yang lebih intensif.

  • Jika kebakaran hutan dan lahan terjadi, proses pemadaman dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
  • Pembuatan sekat bakar, yakni jalur yang dibersihkan dari bahan bakaran yang sengaja dibuat di wilayah yang rawan terjadi kebakaran untuk mencegah penyebaran api apabila terjadi kebakaran;
  • Pemadaman manual dengan mobil pemadam kebakaran dan tangki air;
    Water bombing, yakni menjatuhkan bom air dari helikopter untuk memadamkan api;
  • Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dengan cara penyemaian garam untuk menciptakan awan hujan di atas area yang terbakar.

Dan terakhir adalah proses penanganan pasca kebakaran yang meliputi inventarisasi, monitoring dan evaluasi serta koordinasi dalam rangka menangani suatu areal setelah terbakar. Penanganan pasca kebakaran dapat dilakukan dengan pembuatan kebijakan mengenai restorasi gambut, melakukan restorasi gambut (rewetting, revegetation, revitalitation) yang telah terdegradasi serta monitoring

Tantangan dalam menangani kebakaran hutan dan lahan gambut memang cukup besar. Kesadaran masyarakat akan pentingnya lahan gambut perlu terus ditingkatkan dengan edukasi berkelanjutan. Indonesia juga butuh peta gambut yang detail yang dapat membantu dalam penyusunan rencana restorasi gambut yang tepat sasaran serta ketegasan dan keseriusan pemerintah dalam menangani kasus kebakaran hutan dan lahan.

Bagikan postingan ini :)

riafasha

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *