inspirasi Profil

Jalan Panjang Risna, Pejuang Pendidikan Suku Arfak di Kampung Kobrey

Jalan perjuangan Risna penuh liku dan cobaan. Niat baiknya untuk mencerdaskan perempuan suku Afrak harus menghadapi tantangan yang memilukan. Beberapa kali ia harus menghadapi  pelecehan seksual dan kekerasan hingga berniat untuk pulang ke kampung halaman. Namun tangis anak-anak dan ibu-ibu Kampung Kobrey menguatkannya untuk bertahan.

Risna Hasanuddin, perempuan kelahiran 1988 ini memiliki keprihatinan akan nasib Perempuan di Arfak Kampung Kobrey, Monokwari Selatan. Sebagai alumnus Pendidikan Ekonomi Universitas Pattimura, Ambon, ia menerapkan ilmunya saat menjadi relawan pengajar kontrak selama dua tahun sejak 2012. Harusnya ia pulang di tahun 2014, namun ia memilih tetap tinggal dan mengajar meski menggunakan dana sendiri.

Suku Arfak adalah suku asli terbesar yang ada di Kabupaten Manokwari Papua Barat. Memiliki sub suku seperti suku Hatam, Moilei, Meihag dan Sohug yang dipimpin oleh kepala suku dan Bahasa yang berbeda. Suku Arfak sendiri menempati beberapa kampung diantaranya Kampung Kobrey yang berjarak sekitar empat-lima jam dari Kota Manokwari.

Ada sekitar 250 kepala keluarga di kampung kobrey. Dulunya mereka menetap di atas gunung, namun kini mulai turun dan dibuatkan oleh pemerintah. Namun kondisi mereka tetap terpencil dan terbelakang. Anak-anak Papua khussunya Perempuan suku Arfak banyak yang putus sekolah karena anggapan bahwa Perempuan tidak perlu bersekolah tinggi. Kalaupun ada umumnya hanya sampai kelas tiga SD. Mereka pun kebanyakan belum bisa membaca dan menulis. Kondisi yang sangat memprihatinkan mengingat kemajuan teknologi yang sangat massive saat ini.

Di sisi lain edukasi mengenai Kesehatan juga masih rendah. Tingkat kematian Perempuan suku Arfak cukup tinggi yang penyebab terbesarnya karena kanker. Program keluarga berencana tidak berjalan di kampung ini sehingga banyak anak putus sekolah.

Lalu Rinsa datang membawa niat baiknya menemui kepala suku Kobrey. Ia mengutarakan niat baiknya untuk membantu anak-anak dan Perempuan Arfak untuk mendapatkan Pendidikan agar tidak menjadi generasi tertinggal. Kepala Kampung menerimanya dengan tangan terbuka. Malah ia diberi fasilitas tempat tinggal dan sarana untuk melaksanakan kegiatan.

Rumah Cerdas Komunitas Perempuan Arfak (RCKPA)

Di tahun 2014 akhirnya Risna mendirikan Rumah Belaja, Rumah Cerdas Komunitas Perempuan Arfak Papua Barat. Perempuan kelahiran banda Naira ini datang mengajak ibu-ibu dan anak-anak untuk ikut Pelajaran yang ia rancang sedemikian rupa. Awalnya tidak banyak yang tertarik untuk ikut. Namun seiring waktu, terkumpullah 12 ibu untuk menjalani program Pendidikan yang Rina jalani.

Risna mengajarkan tentang membaca, menulis dan berhitung (calistung). Dia tak menyangka semakin banyak Perempuan Arfak yang datang untuk belajar. Dengan berdirinya rumah belajar yang ia bangun secara swadaya dan koleksi buku seadanya, akhirnya murid di Kampung Korbey punya tempat berkumpul dan belajar.

Selain mengajarkan baca tulis dan hitung, Risna juga memberikan pembinaan dan pelatihan wirausaha kepada masyarakat. Keseharian Perempuan Arfak yang memproduksi kain tenun dan membuat tas noken asli suku Arfak menjadi sebuah peluang menjanjikan. Ia membina RT 2 dan RT 3 tiga kali seminggu di hari selasa kamis dan jumat.

Berkat pembinaan yang Risna lakukan ini, banyak Perempuan Arfak yang mengalami perubahan. Selain bisa membaca dan menulis. Harga penjualan tas noken yang biasanya hanya Rp 50.000 kini bisa dijual hingga Rp 200.000. risna membuktikan kepada masyarakat bahwa Pendidikan bisa membuat hidup mereka lebih baik.

Jalan Berliku Perjuangan Risna di Kampung Korbey

Niat baik Risna tidaklah semulus yang ia harapkan. Begitu banyak yang harus ia korbankan dan alami untuk tetap bertahan membantu suku Arfak. Di tahun 2014 ia pernah mengalami pelecehan seksual oleh pemuda kampung.

Trauma Risna yang belum sembuh diperparah dengan kejadian yang memilukan. Beberapa bulan sejak kejadian itu ia nyaris diperkosa warga yang sedang mabuk. Beruntung, Risna bisa memberikan perlawanan sekuat tenaga sehingga bisa lolos dari malapetaka.

Perlakukan tersebut  berlanjut di tahun 2015. Risna mengaku pernah diseret menggunakan motor dan dipukul dengan batu hingga kepalanya bocor dan matanya lebam. Untungnya kali ini ada pengemudi ojek yang menolongnya. Meski begitu, ia mendapatkan lebam di matanya dan perdarahan di hidung selama berbulan-bulan.

Tiga insiden yang hamper merenggut hidupnya itu, Risna sempat putus asa terhadap Kampung Kobrey. Ia memutuskan untuk menghentikan pengabdiannya ini dan pulang kampung.

Tiga insiden yang hampir merenggut hidupnya itu dirasa sudah cukup untuk membuat Risna kehilangan asa terhadap Kampung Kobrey. Keputusan pun dibuat. Pengabdian terpaksa terhenti. Risna akan pulang kampung.

Namun sebelum pulang, puluhan ibu-ibu dipimpin istri Kepala Kampung Kobrey, Yosina Inyomusi, datang menemuinya.

“Kakak kalau pulang, kita bagaimana? Kita tidak ada belajar lagi,” ungkap mereka. Beberapa bahkan sampai menangis tersedu dan mengaku akan menjaga kesalamatan Risna selama mengajar.

Risna yang awanya ingin pulang akhirnya mengurungkan niatnya. Ia hanya sebentar pulang ke ambon untuk melepas rindu dengan keluarga, lalu Kembali ke Manokwari untuk meneruskan perjuangan dan pengabdiannya.

Buah Sabar Pengabdian

Pengorbanan yang Risna lakukan akhirnya menunjukkan hasil. Sebagian besar ibu-ibu sudah mampu membaca dan berhitung. Bahkan ada yang sudah ikut paket A. lalu pada tahun 2018, ada 15 anak SMP, 17 anak SMA, dan 5 anak Arfak pun melanjutkan kuliah.

Risna juga terus memberikan pelatihan pembuatan tas noken dan membantu memasarkan ke luar papua. Perempuan Arfak yang tadinya buta huruf dan hanya di rumah kini telah luas ilmunya dan mampu memiliki penghasilan sendiri.

Kegigihan Risna ini membuatnya layak mendapat penghargaan sebagai penerima Apresiasi Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards (SIA) di tahun 2015. Ia pun diajak juga bekerja sama oleh Dinas Pendidikan Manokwari Selatan dan beberapa Yayasan yang memberikan bantuan Pendidikan untuk membangun Gedung PAUD.

Sebelas tahun mengabdi sejak pertama kali ia datang ke Papua Barat. Gerakan RCKPA makin dikenal dan meluas. Saat ini risna tak berjuang sendiri, ada banyak relawan lain yang ikut membantu mengajar. Ia pun juga sudah membuka perpustakan sekolah dan perpustakaan keliling gratis untuk meningkatkan minat baca.

Risna juga membuat program perbaikan gizi anak Papua. Ia membuka posyandu dan membagikan aspan gizi tambahan berupa susu dan kacang hijau. Ada pula kegiatan pembersihan Sungai dan konservasi tanaman pangan.

Melebarkan Sayap Ke Distrik Lain

Risna tak berhenti mengabdi, baginya jalan harapannya masih panjang. Ia meluaskan sayap kebaikan nya ke Distrik Oransbari di Manokwari Selatan. Fokusnya masih sama di bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan pangan. Bersama komunitas Muslim di sana, Risna mendirikan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ).

Selain oransbari, risna juga melakukan kegiatan di Kota Manokwari dengan pembuatan noken berskala industri rumahan. RCKPA pun beralih menjadi Rumah Noken yang diberdayakan oleh seluruh lapisan Masyarakat. Bahkan anak-anak Papua dari Wamena, Nabire, Pegunungan Tengah ikut terlibat membantu kegiatannya.

Risna bermodal kebaikan dan ketulusan hatinya, telah memberi harapan dan perubahan untuk Perempuan Arfak dan kini menjangkau masyarakat Manokwari. Ia membuktikan bahwa Pendidikan adalah nyala untuk masa depan yang lebih baik.

Bagikan postingan ini :)