Kondisi keluarga sangat mempengaruhi psikologi anak ternyata memang benar adanya. Saya banyak menemukan teman yang secara emosi suka meledak-ledak dan setelah diselediki ternyata berasal dari keluarga broken home. Pembawaan emosi biasanya imbas dari terlalu seringnya melihat pertengkaran kedua orang tuanya. Apalagi untuk anak di bawah umur yang seharusnya tidak melihat ibu ayah beradu argumen, mereka biasanya muram dan menjadi anak yang cenderung penakut.
Kasus lainnya adalah anak yang cenderung tertutup dan tidak mau bergaul dengan orang lain biasanya disebabkan kurangnya waktu kebersamaan dengan orang tua. Orang tua seringkali lalai untuk menghabiskan waktu bersama anak atau sekedar untuk mendengarkan cerita dan keluh kesahnya. Ya walaupun anak kecil, mereka ingin di dengarkan dan diperhatikan.
Kondisi keluarga yang tidak harmonis juga seringkali menyebabkan anak remaja khususnya kehilangan arah dan tujuan hidup. Yang lebih mengerikan lagi mereka melampiaskan kesepian dengan pergaulan bebas, seperti penggunaan obat-obat terlarang, free sex, dan menghabiskan waktu untuk hal yang sia-sia.
Jika memang harus ada yang disalahkan, memang kesalahan terbesar terletak pada orang tua. Karena Ibu dan Ayah lah yang menjadi guru pertama mereka, tempat cerita mereka, dan panutan mereka. Jika ada yang salah dengan anak maka yang pertama kali harus dikoreksi adalah hubungan orang tua dengan anaknya.
Lalu bagaimana cara menjaga agar psikologi anak tetap baik dan stabil?
Intinya memang kudu menjaga keluarga tetap harmonis. Antara suami istri memang biasanya seringkali terjadi pertengkaran. Namun yang perlu diperhatikan adalah agar tidak memperlihatkan emosi di depan anak apalagi ia masih kecil. Sebisa mungkin tahan perasaan dan emosi dan selesaikan berdua dengan pasangan tanpa melibatkan anak. Kalau saya terbiasa menegur pasangan tidak di depan orang lain (jika tidak urgent dan bisa ditunda) untuk menjaga kebaikan keluarga. Anak-anak pun tidak dilibatkan untuk memecahkan masalah, namun jika ia sudah cukup umur untuk mengetahui dan memahaminya maka tak masalah ia ikut diajak membahas masalah keluarga.
Kita pun perlu membedakan pola asuh anak kecil dan anak remaja karena psikologi keduanya begitu berbeda. Anak kecil cenderung ingin dituntun dan dicontohkan. Sedangkan anak remaja sedang dalam masa pencarian jati diri yang cenderung tidak ingin di dikte, tapi senang didengarkan dan dimengerti. Disinilah peran keluarga terutama orang tua untuk menemaninya. Jangan sepelekan pertanyaan anak remaja, jangan acuhkan, karena ia butuh kita.
Semoga para orang tua bisa menjadi pendamping anak-anaknya untuk tumbuh menjadi pribadi dengan akhlak yang baik dan berprestasi. Aamiin…
Mungkin menjadi sahabat bagi anak tapa terlalu menggurui jadi pilihan tepat ya, Mbak? 🙁
Terkadang ini membuat saya dilema
Tentu saja sangat penting. Karena keuarga adalah tempat bernaung anak.