idul fitri penuh haru

Momen Idul Fitri tahun ini sungguh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Banyak hal yang saya alami dan meninggalkan hikmah yang sangat berharga.

Alhamdulillah, tahun ini saya dianugerahi anak kedua oleh Allah. Sebelum kelahirannya saya dan suami telah menyiapkan nama untuknya. Ghazy jika benar ia lelaki seperti hasil USG. Ghazy artinya pejuang. Sejak awal kehamilan, saya dan ghazy yang masih dalam kandungan sudah mulai berjuang tanpa kehadiran abahnya disisi kami. Suami saya harus bolak balik ke Yogya untuk studinya, hanya beberapa waktu saja suami bisa menemani saya selama hamil.

Hamil tanpa didampingi suami dan dengan seorang balita yang cukup aktif memang cukup menguras tenaga. Tak seperti kehamilan sebelumnya dimana saya bisa leluasa untuk istirahat, kehamilan kali ini saya harus pintar membagi waktu antara membuat kue, menjaga Ubay anak pertama dan juga menyelesaikan deadline menulis. Tak jarang saya merasakan sakit di kaki dan perut bagian atas, namun saya bersyukur karena tidak ada muntah dan mual seperti hamil biasanya. Bahkan teman-teman heran, saya tidak seperti lagi hamil karena sibuk kesana kemari bahkan kuat tidur malam.
Perkiraan lahiran memang sebelum lebaran dan saya inginnya bisa lahiran setelah suami pulang ke Bengkulu. Namun kondisi kandungan saya tidak memungkinkan untuk melahirkan lebih lama sehingga harus dioperasi tanggal 19 Juni, sedangkan suami baru tiba tanggal 21 Juni. Berbeda rasanya tidak didampingi suami saat melahirkan, saya harus merepotkan orang tua dan adik-adik untuk mengurus semua keperluan.

Proses operasi berjalan lancar dan Ghazy lahir dengan selamat. Setelah selesai dioperasi, dokter langsung meletakkan ghazy di dada saya untuk proses IMD. Bahagianya luar biasa saat mendengar tangisnya yang kencang. Namun entah kenapa tiba-tiba suara ghazy tersendat, ada cairan kuning keluar dari mulutnya, saya juga melihat kuku tangannya membiru. Perawat langsung mengangkat ghazy dan memeriksanya, nafas ghazy terlihat terengah-engah dan dadanya mencekung sangat dalam seperti kesulitan bernafas. Ghazy langsung dibawa di ruangan perawatan anak, dan saya hanya bisa pasrah terpisah dari anak yang baru saja saya lahirkan. Sedih sekali, saat mendengar kabar bahwa ghazy harus di rawat intensif di dalam inkubator, saya hanya bisa melihat dari foto bagaimana keadaan ghazy. Berhari-hari saya belum bisa menahan perasaan sedih apalagi saat sudah bisa berjalan dan melihat langsung ghazy dengan banyaknya selang dan ia sulit sekali bernafas dada saya menjadi sesak. Saya tak kuat melihat penderitaannya.

Ketika keadaan ghazy bertambah kritis ia dirujuk ke rumah sakit m yunus. Alat pendeteksi denyut dan paru semua berwarna merah yang menandakan ghazy sangat kritis. Kami tidak bisa apa-apa, hanya pasrah akan ketentuan Allah sembari berharap Allah masih izinkan menitipkan ghazy kepada kami. Saya diminta suami untuk pulang, menenangkan diri dan memeras ASI untuk ghazy. 2 hari saya tidak melihat ghazy, hingga akhirnya memaksa untuk datang ke rumah sakit walau luka operasi belum begitu pulih. Namun keinginan untuk melihat ghazy menghilangkan rasa sakit saat berjalan. Saya dan suami hanya punya waktu 2 jam setiap hari untuk melihatnya. Saya mengajak nya bicara sambil sesenggukan, banyak yang heran mengapa saya sesedih itu. Saya pun heran kenapa orang tua bayi di ruangan inkubator terlihat begitu tegar. Barulah di hari berikutnya perasaan saya lebih tenang. Kalaupun menangis tidak seperti sebelumnya, ada kekuatan tersendiri saat melihat ghazy dengan semua selang di tubuhnya. Setidaknya saya harus kuat di depan ghazy. Kata dokter pun orang tua harus berikan aura positif agar anak merasakan keberadaan ibunya.

Idul fitri tiba. Allah beri hadiah dengan dilepasnya CPAP ghazy, selepas sholat ied  dan silaturahami saya dan suami langsung menuju rumah sakit. Ghazy mulai bisa merespon sentuhan saya dengan menggeliat, menangis dan tersenyum. Ketika melihat senyumnya, dada saya menghangat. “Yang kuat nak, insyaAllah tahun depan kita akan sholat idul fitri bersama”

Kondisi ghazy semakin hari semakin membaik, ia mulai diberikan minum ASI secara oral dengan dot. Dan esoknya lagi saya boleh menyusui ghazy secara langsung dengan catatan selang oksigen tetap terpasang. Karena menyusui langsung saya bisa lebih sering bertemu ghazy, setiap 2 jam sekali saya boleh masuk, dan selama itu juga saya dan suami menginap di pelataran ruang tunggu rumah sakit.  Bersama suami saya menjadi lebih kuat menghadapi kondisi ini.

2 hari berikutnya dokter membolehkan ghazy untuk pulang. Suami sempat bertanya apakah ghazy sudah sembuh? Dokter tidak bisa menjawab bahwa ghazy sudah sembuh total, tetapi dalam masa pemulihan, saya dan suami harus ekstra menjaga ghazy dari dingin, debu dan asap yang bisa membuat pernafasannya terganggu. Ghazy juga harus kontrol rutin setiap minggunya.

Alhamdulillah ghazy akhirnya pulang ke rumah. Perawat di ruangan inkubator ikut senang, karena awalnya jika secara medis melihat kondisi ghazy saat datang rasanya tidak memungkinkan ghazy bisa bertahan. Tapi semua Allah yang mengatur, Allah yang menentukan apa yang terjadi, kita manusia hanya bisa berusaha, pasrah dan terus berdoa.

Allahuakbar, Maha Besar Allah yang mengajarkan saya akan banyak hal. Tentang perjuangan, rindu dan keihlkasan. Awalnya saat ghazy sakit saya terus bertanya-tanya kenapa Ghazy bisa sakit, padahal selama kehamilan saya rutin periksa, minum obat yang diberikan dokter dan USG bahkan tidak menunjukkan kelainan pada Ghazy. Hingga saya tersadar bahwa saya salah jika terus bertanya kenapa dan kenapa. Ya, saya tidak ikhlas awalnya karena masih bertanya. Saya mencoba menata hati bahwa semuanya bisa saja terjadi atas kehendak Allah. Setelah saya berusaha untuk tenang, menerima keadaan dan mengikhlaskan semuanya, perasaan menjadi lebih tenang. Kerinduan akan ghazy saya sampaikan lewat doa-doa. Alhamdulillah, Allah ijabah doa kami dengan kesembuhan ghazy. Benarlah bahwa ikhlas adalah obat dari banyak kesulitan, benarlah bahwa ikhlas adalah kunci segala resah dan kesedihan.

Selama di rumah sakit juga saya dan suami juga bertemu dengan teman-teman seperjuangan yang dipenuhi harapan dan doa akan kesembuhan anak-anaknya. Ada yang sudah berbulan-bulan menanti, banyak pula  berbagi cerita haru saat anak mereka harus dipanggil Allah. Kadang pula ada yang bercerita sambil menangis dan tertawa. Ada pula cerita seorang ayah yang tidak pernah sholat selama masa mudanya, namun saat anaknya sakit Allah beri nikmatnya hidayah.

Cukuplah tulisan ini menjadi pengingat saya suatu saat nanti jika emosi kepada anak, jika merasa letih saat mengasuh anak, atau suka mengeluh mendidik anak-anak. Mohon maaf tidak ada cerita makanan atau THR di postingan ini. Anggap saja ujian ini adalah THR dari Allah untuk menjadikan kami kuat. Semoga kita diizinkan Allah untuk berjumpa di lebaran tahun depan, aamiin..

Tulisan ini dibuat dalam rangka menjawab tantangan #nulisserempak Blogger Bengkulu (BoBe) tentang #lebarandibengkulu

Baca juga tulisan lainnya di Rioanderta.com

Bagikan postingan ini :)

riafasha

3 Komentar

  1. Alhamdulillah ya, semoga ananda semakin sehat dan cerdas, aamiin

  2. Saya kok jadi sedih ya baca tulisan ini. Semoga mbak Ria sekeluarga diberikan kesehatan dan keselamatan serta keikhlasan terhadap semua cobaan. Amiin.

  3. semoga menjadi anak yang sholeh dan menjadi kebanggaan dunia akhirat. aamiin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *