Diana Cristiana Da Costa Ati nampaknya agak berbeda dari pemuda kebanyakan. Saat pemuda lain berbondong-bondong ke kota besar. Perempuan 28 tahun  ini mendedikasikan dirinya  untuk mengabdi wilayah pelosok Papua. Tepatnya di Kampung Atti, Kabupaten Mappi, Papua Selatan.

Diana terpilih sebagai penerima apresiasi program SATU Indonesia Awards 2023. Sebuah penghargaan untuk individu maupun kelompok yang memiliki inovasi di berbagai bidang. Diana sendiri menerima penghargaan di bidang Pendidikan. Sebuah capaian atas perjuangannya untuk memajukan Pendidikan di Papua.

Perjalanan Diana Memberantas Buta Huruf

Awalnya, Diana bersama guru lainnya mendapatkan kontrak program guru penggerak di Mappi, Papua Selatan. Program ini merupakan insiatif Bupati Mappi (2017-2022), Kristosimus yohanes yang bekerja sama dengan Gugus Tugas Papua Universitas Gajahmada.

Kontrak program ini selama dua tahun dan bisa diperpanjang jika para guru menginginkannya. Dan ia bertugas di Kampung Kaibusene Distrik Haju, lalu pindah ke Kampung Atti, Distrik Minyamur.

Di Kampung Kaibusene ini Diana tinggal di rumah salah satu warga. Ketika musim hujan, perempuan ini mesti menggunakan perahu untuk ke sekolah. Selain itu akses air bersih terbilang sulit, ia bahkan terkena sakit infeksi saluran kencing sampai tiga kali pada tahun pertama kerja.

Kondisi Kampung Atti juga sulit. Waktu tempuh dari Kota Kepi bahkan memakan waktu satu hari.

Pendidikan di kampung ini cukup memprihatinkan karena hanya memiliki satu sekolah negeri di SDN Atti. Guru maupun kepala sekolah yang menetap di daerah lain tak pernah datang, hingga siswa kelas 6 pun belum bisa membaca.

Keterbatasan fasilitas di sekolah tidak membuat Diana gentar. Dia bertekad dan fokus untuk memberantas buta huruf di kampung ini. Tak hanya itu, ia juga mengajari anak-anak berhitung dan menyisipkan Pendidikan nasionalisme.

Salah satu fondasi dalam programnya adalah program calistung atau baca tulis hitung yang seiring waktu berubah menjadi pembelajaran normal dengan kurikulum yang sama seperti anak-anak lainnya.

Pantang Menyerah Meski Mengajar dalam Keterbatasan

Mengajar anak-anak di kampung tidak lah mudah, mereka harus berhati-hati saat bertugas karena situasi yang tidak kondusif. Di daerah tersebut banyak simpatisan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Bahkan Diana pernah hampir ditombak oleh siswa kelas 6 saat mengajar karena mereka tidak terima ditegur buang air kecil sembarangan di dalam kelas.

Tantangan lain yang harus ia hadapi adalah bergelut dengan sarana prasarana yang tidak memadai. SDN ATTI hanya punya tiga ruang kelas yang serba terbatas. Bahkan siswa banyak duduk di lantai karena meja dan kursi yang tidak cukup.

Belum lagi saat masa jabatan Bupati Mappi 2022 berakhir, para siswa tak lagi mendapat pasokan buku, alat tulis dan sarana lainnya. Sedangkan orang tua siswa tidak mampu menyediakan alat tulis sendiri karena tidak punya penghasilan dan hanya memegang uang saat Bantuan Langsung Tunai dan dana Desa cair.

Diana berusaha untuk memenuhi kebutuhan belajar mengajar dengan membuka donasi melalui media sosialnya. Dia hanya menerima sumbangan barang seperti buku, alat tulis dan pakaian layak pakai untuk anak-anak dan tidak mau menerima donasi uang. Tak jarang, ia harus merelakan gajinya untuk dipakai kebutuhan sekolah anak karena dana BOS pun belum pernah sampai ke para siswa.

Perubahan di Kampung Atti

Semenjak Diana hadir di kampung Atti, tampak perubahan pada anak-anak kampung. Banyak dari peserta didiknya yang mau melanjutkan ke jenjang SMP. Dan menurut Badan Musyawarah kampung Atti, kehadiran kedua rekannya sangat disyukuri. Anak-anak di kampung bahkan yang paling kecil pun sudah bisa membaca. Sebagai bentuk terima kasih mereka, warga kerap mengirimi makanan seperti singkong, daun ubi, ulat sagu, daging ular dan buaya. Bahkan anak-anak setiap pagi menimbakan air dari sumur yang dekat dengan mess guru.

Setelah menerima penghargaan dari ASTRA, Diana makin semangat untuk mengajak anak-anak Papua terus belajar dan mengenyam Pendidikan. Diana pun bersyukur, inovasinya mendapat dukungan dari ASTRA yang memberi ruang untuk kolaborasi dengan kegiatan yang setiap harinya di lakukan di pedalaman. Astra mensupport tablet belajar agar anak-anak pedalaman mengenal digital lerarning (pembelajaran digital).

Perjuangan Diana memang tidak sia-sia. Selain programnya yang berjalan baik dan lancar, anak-anak juga makin tertarik ke sekolah karena mendapatkan pengetahuan baru. Dia tahu betul bahwa anak-anak pedalaman Papua berhak mengakses Pendidikan dasar agar bisa mewujudkan mimpi.

Bagikan postingan ini :)

riafasha

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *