“Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.”

Kita perlu bersyukur jika sejak kecil bisa duduk di bangku sekolah lalu melanjutkan pendidikan tinggi sesuai yang diinginkan dan dicita-citakan. Namun sayangnya, di bagian Indonesia yang lain banyak anak tidak seberuntung yang kita bayangkan. Akses Pendidikan yang tidak merata membuat sebagian masyarakat Indonesia tidak bisa mengenyam Pendidikan yang layak seperti yang diamanatkan undang-undang.

Di Papua misalnya, meskipun punya alam, budaya dan Sejarah yang luar biasa. Kesenjangan di dunia Pendidikan di beberapa daerahnya memang membuat kita sedih. Ada keterbatasan dalam menjangkau daerah tetangga, bahkan pulau yang cukup dekat dengan kota.

Keprihatinan Putra Daerah

Keterbatasan yang juga menjalar pada dunia Pendidikan ini membuat pria kelahiran Manokrawi, Bhrisco Jordy Duti Padatu Kembali ke tanah kelahirannya untuk memajukan Pendidikan di Papua.

Meskipun telah sekolah di kota besar dengan gelar sarjana jurusan Internasional Relations with Diplomacy Concentration di President University, Jordy tetap kembali karena keprihatinannya dengan anak-anak dan remaja di Pulau Mansinam yang belum mendapatkan akses Pendidikan yang layak.

Anak-anak disana bahkan ada yang tidak lagi bersekolah lantaran kemiskinan, jarak tempuh yang jauh, keterbatasan pendidik hingga minimnya fasilitas Pendidikan.

Mendirikan Komunitas Papua Future Project (PFP)

Jordy merasa terpanggil, karena ingin anak-anak juga merasakan mendapatkan Pendidikan yang layak. Ilmu yang sudah ia dapatkan di bangku kuliah, menjadi bekalnya untuk memberikan kesempatan pada anak-anak Papua.

Bersama rekan-rekannya, Jordy menginisiasi Papua Future Project (PFP) di tahun 2020, sebuah komunitas yang berbasi Pendidikan dan diresmikan di bulan Juli 2021. Meskipun belum lama, komunitas ini sudah berbuat banyak  untuk memberikan kesempatan anak-anak Papua dalam mendapatkan Pendidikan, dan menghinspirasi kita semua.

Proyek Pendidikan yang lahir saat covid-19 ini juga menjadi solusi bagi anak-anak yang kurang waktu belajar karena pemberlakuan locdown. Guru kesulitan untuk menuju Pulau Mansinam.

Metode Belajar di PFP

Sebelum pandemi saja anak-anak hanya belajar 2 jam di sekolah, itu pun jika ada guru yang hadir. Lalu saat covid datang, pembelajaran semakin berkurang. Apalagi anak-anak disana harus menghadapi tantangan keterbatasan akes internet dan prasarana lainnya.

Hal inilah yang membuat Jordy dan PFP memulai kegiatan di Pulai Mansiman. Ia berusaha mendorong masyarakat di sektor Pendidikan dengan moto “Every Child Matters”, agar anak-anak bisa membaca, menulis dan mempertahankan budayanya sendiri. Jordy percaya, Pendidikan yang baik akan membuat hidup anak-anak asli papua lebih baik lagi.

Perjuangan Jordy membangun komunitas ini juga tidak mudah. Ia bahkan rela bekerja paruh waktu sekitar 3 bulan untuk mendapat modal membangun komunitas dan mendukung berjalannya proyek PFP di Pulau Mansiman.

Jordy juga berusaha bekerjasama dengan stakeholder dan berkolabroasi memenuhi kebutuhan literasi anak-anak. Ia bersyukur masyarakat papua memiliki kesadaran akan pentingnya Pendidikan dan mendukung  penguatan literasi baca tulis.

PFP membuat kurikulum kontekstual yang menggabungkan nilai budaya dalam pembelajaran menggunakan metode asynchronous learning. Metode ini dipakai agar anak-anak tidak dituntut menggunakan standarisasi nasional melainkan mengawali emreka dengan kemampuan membaca dan menulis.

Pendidikan PFP juga tidak selalu tentang akademik, tetapi juga cara bertahan hidup di lingkungan masyarakat adat. PFP juga membantu pemahaman anak-anak tentang bagaimana berjualan atua berocock tanam. Sehingga hasil dari Pendidikan bukan hanya secarik kertas nilai tetapi juga perubahan pola pikir masyarakat.

Mulai Berdampak dan Terus Bergerak

Komunitas PFP memberi berbagai pelatihan dan Pendidikan baik itu formal berupa pendampingan anak untuk baca dan tulis hingga Pendidikan nonrformal seperti membuat kerajinan.

Perjuangan Jordy dan kawan-kawan pelan-pelan menunjukkan hasilnya. Anak-anak dan remaja di Pulai mansiman yang awalnya buta huruf perlahan bisa menuliskan nama mereka dan membaca kata sederhana. Semakin hari juga semakin banyak anak-anak yang datang untuk belajar.

Awalnya anggota PFP hanya punya beberapa anggota dan fokus di Pulau Mansiman. Namun seiring berjalannya waktu, relawan PFP semakin banyak hingga 250 relawan dan mereka akhirnya mampu menjangkau setidaknya 14 kampung di Papua Barat dan papua Barat Daya dan membantu sekitar 725 anak.

Keteguhan Jordy mengedukasi anak di papua ini menjadi inspirasi kita semua. Bahkan ia terpilih menjadi salahs atu peraih penghargaan SATU Indoensia Awards 2022 dari Astra yang diberikan kepada anak bangsa yang senantiasa memberikan manfaat bagi masyarakat.

Jordy berharap, PFP ini akan terus berkembang dan berdampak positif bagi masyarakat di tanah papua terutama untuk anak-anak yang belum tersentuh Pendidikan.

 

Bagikan postingan ini :)

riafasha

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *