Sejak SMP saya tidak pernah berharap lebih orang lain akan menganggap saya #memesona. Orang menghargai dan tidak bertindak buruk dengan ucapan ataupun perbuatan saja  bagi saya itu lebih dari cukup. Ya, bisa dibilang saya punya krisis percaya diri yang cukup menyedihkan. Saya membangun dunia sendiri dengan kesepian dan kesendirian. Menjauh dari banyak orang, lalu larut dalam tumpukan komik dan sajak. Entah kenapa saat itu selalu dipenuhi pikiran buruk kalau orang tidak menyukai saya.

Walaupun saat kecil dikenal sebagai anak yang periang dan aktif, namun kecelakaan yang terjadi saat kelas 6 SD telah mengubah hidup saya. Saya tersiram air panas menjelang Ujian Nasional. Air panas yang baru saja mendidih itu tumpah di kaki, meninggalkan bekas di pergelangan kaki. Bekasnya bahkan membekas di hati, tatapan teman-teman melihat kaki yang dipenuhi bekas luka bakar itu masih terngiang dan memporakporandakan kepercayaan diri seorang Ria. Saat SMP setiap dua minggu sekali saya harus izin untuk bolak balik ke rumah sakit, disuntik di pergelangan kaki untuk membuat koloid luka bakar itu menipis. Setiap pengobatan bisa sepuluh suntikan di pergelangan kaki kanan dan kiri. Teman-teman selalu bertanya. Antara iba dan ejekan. Saya menangis di depan Ibu, tidak mau lagi ke rumah sakit. Tidak mau lagi menjawab pertanyaan teman-teman ada apa dengan saya. Saya pasrah karena berbeda. Alih-alih akan punya pacar, berteman saja saya takut. Setiap istirahat saya hanya duduk di kelas. Menulis puisi hingga berbundel-bundel puisi saya ciptakan.
Saat mengalami pubertas, saya mengalami pergolakan jiwa luar biasa. Hati saya terus memberontak, saya ingin seperti teman-teman lainnya. Tampil memesona, tampil cantik, punya banyak teman dan disukai banyak orang. Saya bercermin diri, menemukan diri saya jauh dari kata menarik, kulit kusam tubuh tambun, rambut selalu dimasukkan ke dalam topi lebih terlihat seperti laki-laki. Bahkan beberapa teman lelaki mencandai saja dengan memanggil saya “om”.

Saya mencoba berubah. Mengikuti banyak saran dengan berganti penampilan, mengikuti gaya hidup teman-teman yang suka kongkow biar dikenal, mencoba dekat dengan teman lelaki, hingga mencoba menambahkan gincu di muka saya. Semuanya tak berlangsung lama karena ternyata saya tetap merasa kosong. Ini bukan kebahagiaan yang saya cari, ini bukan diri saya. Teman yang saya kira peduli hanya menginginkan saya seperti mereka, bukan apa adanya saya. Lalu saya kembali menepi.

***

Keadaan itu terus berlanjut hingga akhirnya saya menemukan teman. Teman yang tidak peduli keadaan saya. Yang tidak bertanya berkali-kali ada apa dengan kaki saya dengan pandangan jijik. Teman yang mulai merubah persepsi saya bahwa menjadi beda bukanlah masalah. Teman-teman yang mendorong saya untuk berprestasi hingga saya tidak lagi peduli apa yang dikatakan orang. Mereka menyadarkan bahwa saya berhak bahagia, menikmati apa yang saya suka selama itu baik.

Perlahan kepercayaan diri saya tumbuh saat SMA. Sajak-sajak yang tertumpuk dalam diary, yang hanya saya baca sendiri, suatu saat dikirimkan seorang teman ke ajang lomba puisi yang diadakan kampus di kota saya. Puisi itu mendapatkan juara 1. “Kamu berbakat ya, jangan sia-siakan mumpung masih muda masih banyak waktu” kata-kata itu terngiang selalu saat saya down. Saya mulai berburu prestasi, mengumpulkan piala di atas lemari yang membuat senang Ibu dan Ayah. Selama itu positif dan saya suka maka akan saya jalani. Teater, RISMA, PMR, hingga Patroli Sekolah saya lakoni.

Bahkan saat kuliah, saya semakin gencar mengisi hari dengan kegiatan positif. Selain kuliah, saya juga menjadi penyiar, menjadi guru, ikut organisasi, menjadi Tim Relawan bencana, ikut tim SAR dan Pendaki gunung hingga mengikuti banyak lomba karya tulis dan wirausaha mewakili kampus. Tujuannya hanya satu saya ingin hidup yang lebih baik. Hidup yang bahagia.

***

Saya semakin percaya tampil #memesonaitu nggak melulu soal tampil cantik bak model, muka kinclong seperti orang korea, ataupun tubuh aduhai ala pramugari. #MemesonaItu juga tidak selalu pintar bicara di depan banyak orang, punya IPK 4, suara mendayu-dayu ataupun kuat kayak petinju. Bagi saya Memesona itu ketika kita Berani untuk memperlihatkan apa adanya kita, berani untuk menyatakan saya BEDA. Karena saya dan kamu pun pasti beda! Tidak mungkin identik sama. Selama itu positif tunjukkin saja kalau kamu beda. Bodo amat dengan orang yang nyinyir. Buktikan dengan prestasi, setuju?

#MemesonaItu BEDA

Berani Jadi Diri Sendiri

saya saat melakukan ekspedisi dempo

Bagi saya perempuan yang memesona itu adalah perempuan yang berani jadi diri sendiri. Berani menunjukkan eksistensinya walau ia berbeda dari orang kebanyakan. Berani mengambil resiko dicemooh banyak orang demi mewujudkan kebahagiaannya. Saat telah menemukan keberanian dan kepercayaan diri, saya tidak peduli lagi orang akan berkata apa dengan penampilan saya. Saya pun tidak peduli jika wajah saya biasa saja, tanpa make up ataupun high heels. Karena begitulah adanya saya. Saya menikmati aktifitas mendaki gunung, berkutat dengan tulisan dan heboh saat menjadi penyiar radio. Selama itu positif dan tidak melanggar norma tampilah memesona dengan berani menjadi dirimu sendiri. ^_^

Empati

saat menjadi relawan gempa sumbar

Percuma cantik tapi sombong. Percuma pintar tapi pelit ilmu. Percuma semua hal memesona dalam diri kita tapi miskin empati. Empati adalah bagian dari hati yang menunjukkan apakah pesona kita itu memang berasal dari hati ataukah hanya topeng belaka. Saya beberapa kali menemukan wanita yang dianggap kebanyakan orang memesona tapi hatinya tidak. Saya pun menemukan wanita yang terlihat biasa tapi hatinya sungguh memancarkan pesona menawan. Hati yang baik dan penuh empati. Ringan tangannya untuk membantu. Saya berharap bisa menjadi wanita #memesona dari hati yang penuh empati. Berbagi apapun yang saya bisa bagikan. Walau hanya sebuah senyum untuk anak-anak yang kehilangan orang tua dan harta benda mereka.

Dekat dengan Tuhan

Setelah empati terhadap manusia, bagian penting dalam #memesona bagi saya adalah dekat dengan Tuhannya. Kedekatan dengan Allah akan membangun pesona hati yang menawan. Tingkah laku yang baik dan takut untuk berbuat kejahatan. Saat saya merasa sedih dan kosong. Hal pertama yang saya lakukan adalah berdoa kepadaNya yang bisa mendatangkan lagi kebahagiaan. Setidaknya hati menjadi tenang setelah mengadu pada Allah.

Anak yang Berbakti

saya bersama keluarga

#MemesonaItu adalah anak yang berbakti. Ya, semua nya akan sia-sia ketika kita menjadi anak yang durhaka, menelantarkan kedua orang tua sedangkan kita sibuk dengan hidup kita. Saya percaya bahwa ridho orang tua sangat menentukan keberkahan hidup. Jika selama ini kita sibuk mencari surga-surga yang jauh, melakukan haji dan umrah bagi umat muslim, bersedekah, hingga membangun panti asuhan. Jangan lupakan surga yang sangat dekat, sangat mudah kita temui. Surga itu adalah orang tua kita. anak yang berbakti pada orang tuanya, mendoakan dengan setulus hati akan tampil memesona setidaknya di hadapan Tuhannya.

Itulah Memesona versi saya. Berani Memesona dengan tampil BEDA?

Bagikan postingan ini :)

riafasha

17 Komentar

  1. Keren mba tulisannya Beda, semoga menang ya mba 🙂

  2. Menginspirasi mbak tulisannya.. ternyata pernah ke Dempo juga yaaa 😀

  3. Dan sekarang saya harus beda juga dari yang lain. Pengen belajar banyak dari mbak Rei tentang perbedaan. Sukses mbak :��

  4. makasih .. tulisan mbak gia juga keren
    semoga kita bisa nyantol jadi salah satu pemenang ^_^
    aamiin

  5. makasih mbak komi
    hehe iya dulu sebelum hamil & lahiran suka melancong

  6. beda itu unik, beda tapi tetap jadi diri sendiri
    makasih dani

  7. tulisanya menginspirasi mbx.. mnjdi diri sendri akan memancarkan pesona sndiri 🙂

  8. waahh saya terpesona nih sama mba Ria..sepakat sekali dengan BEDA nya..

  9. Yg penting tetap dalam koridor kebaikan ya mba..

  10. Inspiratif, Mbak. @_@

    Definisi memesonanya bagus dan jelas penjelasannya.

  11. Betulll banget Chik, kadang rasa empati itu masih dilupakan, di nomor sekiankan. Padahal empati itu jg bs memancarkan pesona diri kan yak 🙂

  12. iya mbak lulu selama dalam kebaikan yuk ah dijabanin

  13. iya di, banyak orang yang mementingakn pesona fisik jadi lupa untuk memupuk pesona kebaikan dari hati..
    semoga kita termasuk wanita mempesona luar dalam yaa

  14. bagus sekali mbak tulisannya sangat menginspirasi tulisannya.. ternyata pernah ke Dempo ya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *