Perubahan iklim yang saat ini menjadi isu di setiap negara di dunia memang harusnya jadi perhatian kita. Tak dapat dielak, dampak krisis iklim tersebut telah dirasakan oleh semua termasuk Indonesia. Cuaca panas ekstrem, kebakaran hutan, polusi hingga banyaknya bencana hidrometeorologi hanya beberapa diantaranya.
Dampak berubahanya system iklim ini berdampak pula pada alam dan kehidupan manusia seperti kualitas dan kuantitas air, Kesehatan, pertanian,habitat flora dan fauna di hutan hingga ekosistem wilayah pesisir.
Dilansir dari website feb.ugm.ac.id, 91% emisi Indonesia berasal dari sektor lahan dan energi seperti pembukaan hutan, pembakaran lahan dan pemakaian energi. Padahal Indonesia telah menandatangani Paris Agreement pada tahun 2016. Persetujuan tsb disahkan dalam UU No. 16 Tahun 2016. Berdasarkan persetujuan tsb, Indonesia mempublikasikan dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) yang berisi target dan strategi dalam mencapai Net Zero Emission (NZE).
Energi Terbarukan untuk Menangani Krisis Iklim
“Secara global, penggunaan energi terbarukan mampu menurunkan 1,25% emisi CO2 per kapita” (Szetela, et al., 2022)
Apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk menangani krisis iklim adalah dengan mempertimbangkan penggunaan energi terbarukan. EBT di Indonesia akan berdampak efektif dalam mengurangi emisi karbon dari sektor energi dan mengurangi krisis iklim sekaligus mewujudkan Indonesia Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Indonesia sendiri memiliki potensi Energi terbarukan (EBT) yang melimpah yaitu sekitar 3000 giga watt (GW), di mana potensi panas bumi mencapai 24 GW. Aksi mitigasi dengan pengembangan EBT menjadi langkah tepat untuk menuju energi yang lebih bersih, minim emisi, dan ramah lingkungan.
Keunggulan Energi Terbarukan
Energi terbarukan memiliki keunggulan yaitu rendah emisi, ramah lingkungan, bahan baku lebih murah, dan membuka potensi lapangan kerja.
- Emisi karbon atau emisi gas rumah kaca (GRK) menjadi salah satu landasan dan pertimbangan utama dalam memanfaatkan energi terbarukan karena memiliki keterkaitan langsung dengan krisis iklim. Sebagian sumber energi terbarukan juga tidak menghasilkan polutan yang berbahaya bagi lingkungan, kesehatan, dan emisi GRK jika dibandikan dengan energi fosil.
- Energi terbarukan adalah energi yang berasal dari sumber daya alam yang sudah tersedia, melimpah dan cepat dihasilkan kembali, sehingga tidak akan habis karena terbentuk dari proses alam yang berkelanjutan. Sehingga bahan bakunya lebih murah dan efesien.
- Penerapan energi terbarukan berpotensi memunculkan sejumlah industri baru yang mampu menyerap tenaga kerja.
Implementasi Energi Terbarukan di Indonesia
-
Geothermal (Panas Bumi)
Salah satu energi terbarukan yang sudah mulai dimanfaatkan diindonesia adalah energi panas bumi (geothermal). Panas bumi berasal dari inti bumi dengan perkiraan sekitar 5.500 derajat celcius. Jumlahnya melimpah, tenaga yang dihasilkan sangat besar. Pemanfaatannya salah satunya untuk pembangkit listrik.
Untuk memanfaatkannya biasanya dengan melakukan pengeboran untuk mencapai titik panas. Dengan panas ini akhirnya bisa menggerakkan turbin dan memutar generator yang menghasilkan energi listrik. Pembangkit listrik geothermal ini dapat menyediakan sumber tenaga bersih, tidak perlu lahan luas dan tidak terpengaruh cuaca dan bahan bakar.
-
Tenaga Surya (Matahari)
Energi terbarukan selanjutnya adalah energi surya yang berasal dari pancaran sinar matahari yang sangat besar dan melimpah.
Energi surya sendiri mampu menjadi energi listrik. Dan salah satu teknologi yang bisa mengubah sinar matahari menjadi listrik adalah panel surya fotovoltaik. Panel surya ini menyerap sinar matahari dan elektrok di dalamnya mengubahnya menjadi enegri listrik.
3. Bioenergi
Bioenergi adalah energi terbarukan yang dihasilkan dari sumber biologis atau biomassa, umumnya berasal dari tanaman.
Jenis biomassa yang cukup banyak digunakan sebagai sumber bioenergi, antara lain kayu, tanaman pangan, tanaman khusus energi, dan limbah hutan atau limbah pangan.
Namun penggunaan Biomassa dari hutan untuk pembangkit listrik dikhawatirkan menggerus kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat adat dan bisa memicu kerusakan hutan & deforestasi. Untuk itu diperlukan tindakan lebih lanjut untuk mencari solusi bahan baku yang lebih ramah lingkungan.
Salah satu solusi bahan baku energi terbarukan adalah penggunaan minyak jelantah. Hal ini juga disampaikan oleh Kak Refina dari Traction Energy Asia saat saya dan teman-teman saat mengikuti online gathering #EcoBloggerSquad.
Potensi Minyak Jelantah Sebagai Bahan baku Energi Terbarukan
“Total potensi minyak jelantah dari Rumah Tangga dan Unit Usaha Mikro di Level Nasional adalah sebesar 1,2 juta kilo liter” (Traction Energy Asia, 2022)
Selama ini kita mungkin menganggap sepele minyak jelantah. Padahal limbang rumah tangga ini bisa menjadi salah satu bahan baku energi biodiesel karena minyak jelantah mempunyai kompisisi kimia yang menyerupai minyak sawit sebagai bahan baku biodiesel.
Minyak jelantah merupakan limbah yang berbiaya ‘murah’ dan rendah emisi GRK. Campuran dari minyak sawit dan minyak jelantah dapat menurunkan emissi 2,4-24% dari total target penurunan emisi sektro energi.
Kenaikan konsumsi minyak goreng di sektor rumah tangga sebesar 2,32% per tahun selama 2015 – 2020 (BPS) sehingga potensi minyak jelantah di Rumah tangga dan unit usaha mikro Indonesia cukup besar yaitu 1,2 jito kilo liter.
Dengan potensi besar ini pemerintah layaknya mempertimbangkan pengumpulan minyak jelantah dari rumah tangga atau usaha untuk menjadikannya sebagai bahan baku biodiesel.
Yuk Sadar Energi!
Selain pemerintah yang mengupayakan penggunaan energi terbarukan untuk mengganti enrgi fosil. Kita sebagai individu juga harusnya lebih bijak dan sadar dalam penggunaan energi. Beberapa yang bisa dilakukan diantaranya:
- Gunakan kendaraan ramah lingkungan sekaligus berolahraga
- Rencanakan perjalanan dengan efisien
- Gunakan moda transportasi public
- Ganti lampu biasa dengan LED
- Instalasi panel surya atap jika mampu
- 3M mematikan, mencatat, mengatur penggunan energi rumah tangga